
Dalam kehidupan sehari-hari, harta sering dipandang sebagai sumber kekuatan. Banyak orang berusaha mengumpulkannya dengan segala cara. Namun, Islam mengajarkan bahwa harta bukanlah tujuan, melainkan amanah. Ia bisa menjadi jalan menuju kebaikan, atau justru menjadi beban di akhirat.
Salah satu teladan terbaik dalam memaknai harta adalah Utsman bin Affan RA. Beliau dikenal sebagai sahabat yang sangat dermawan. Pada masa kekeringan di Madinah, umat Islam kekurangan air bersih. Ada seorang pedagang yang memiliki sumur, namun menjual air dengan harga tinggi. Melihat kondisi itu, Utsman membeli sumur tersebut dengan hartanya, lalu menyedekahkannya agar masyarakat bisa mengambil air secara gratis.
Rasulullah SAW bersabda tentang beliau:
“Utsman membeli surga dengan sumurnya.”
(HR. Tirmidzi)
Islam tidak melarang umatnya untuk kaya. Bahkan, Rasulullah SAW dan banyak sahabat memiliki usaha yang makmur. Namun, harta selalu datang bersama ujian: apakah kita menggunakannya untuk kebaikan atau terjebak dalam keserakahan.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan, dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
(QS. At-Taghabun: 15)
Artinya, kekayaan bukan ukuran mulia atau rendahnya seseorang. Yang membedakan adalah bagaimana ia memanfaatkannya.
Di zaman modern, kita melihat kesenjangan sosial semakin besar. Ada yang berlimpah harta, ada yang kesulitan untuk makan sehari-hari. Inilah saatnya umat Islam meneladani Utsman bin Affan: menggunakan harta untuk membantu sesama, mendukung pendidikan, kesehatan, dan memberdayakan ekonomi umat.
Koperasi Syariah adalah salah satu wujud nyata prinsip ini. Dengan modal yang berasal dari anggota, koperasi bisa berkembang jika setiap anggota sadar bahwa harta mereka bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kesejahteraan bersama.
Segala harta yang kita simpan akan habis dimakan waktu. Namun harta yang dikeluarkan di jalan Allah akan menjadi pahala abadi. Itulah makna sedekah, zakat, dan wakaf: bukan berkurang, tetapi justru menambah keberkahan.
Kita mungkin tidak bisa membeli sumur seperti Utsman, tetapi kita bisa menyalurkan sedekah sesuai kemampuan. Bahkan senyum tulus pun dianggap sebagai sedekah.
Kisah Utsman bin Affan mengingatkan kita bahwa harta sejatinya adalah alat untuk meraih surga. Kaya bukan masalah, asalkan digunakan untuk kebaikan. Mari kita belajar memandang harta sebagaimana para sahabat memandangnya: bukan untuk ditimbun, melainkan untuk mengalirkan manfaat bagi umat.
Sumber: HR. Tirmidzi