Inilah Empat Model Kemitraan 212 Mart

Ada empat model kemitraan bisnis ritel kerjasama dengan  Koperasi Syariah 212 (KS 212). Apa saja?

Ketua Umum KS 212 M. Syafi’i Antonio mengatakan, bahwa untuk bisa bekerjasama dengan KS 212 Pusat dalam pengembangan mini mart 212 Mart, pihaknya menampilkan empat model yang bisa menjadi pilihan para komunitas KS 212 dalam upaya mendorong bisnis ritel untuk kebangkitan umat Muslim di Indonesia.

Pertama, yaitu full brand mini market KS 212. Sekarang ini, kata Syafi’i, KS 212 mengusung 212 Mart. Di mana tertampil warna biru dan merah di tengah-tengahnya warna putih.

Pemilihan warna ini secara psikologis memang berasosiasi dengan dua raksasa minimarket di Indonesia, Alfamart yang identik dengan warna merah dan warna biru dengan Indomaret. ”Kita ingin mengalahkan keduanya, makanya tampilan warna 212 Mart adalah di atas warnah merah, di bawahnya  biru, tapi dengan kejernihan hati di tengahnya warna putih. Kurang lebih itu filosofinya,” ujar Syafi’i saat sosialisasi 212 Mart dan Pengukuhan Komunitas  KS 212 di Auditorium Al Hamdra Andalusia, Sentul City, Bogor, Jawa Barat, belum lama ini.

Brand 212 Mart ini bisa menjadi mitra usaha komunitas KS 212 dalam pengembangan bisnis ritel.  Mengapa harus berbasis komunitas dalam kemitraan usaha 212 Mart ini? Syafi’i menjelaskan, hal ini terkait target penjualan juga sebenarnya. Semisal ada komunitas anggotanya ada 100 atau 200 orang. Satu gerai tipe kecil, satu bulannya ditargetkan harus mencapai omzet minimum Rp 200 juta perbulan. ”Nah, kalau komunitas itu anggotanya ada 100 orang. Insha Allah pertama dari sisi permodalan setiap orang berkonstribusi  Rp 4 juta, maka bisa  nyampai Rp 400 juta. Kemudian, jika 100 orang ini belanja satu bulannya Rp 500 ribu perorang. Maka Insha Allah  Rp 50 juta sudah terkantongi. Tinggal kita cari Rp 150 juta lagi di open market,” ujar Syafi’i menjelaskan.

Begitu pula dengan 200 orang, lanjut Syafi’i, masing-masing berkonstribusi Rp 2 juta, maka akan sampai Rp 400 juta.  Kemudian dari 200 orang tersebut berbelanja Rp 500 ribu perbulan. Maka 212 Mart tersebut sudah punya omzet Rp 100 juta, tinggal kita cari dari oven market.

Jika berbasis komunitas pasti possible, tapi jika dilepas di open market belum tentu tidak  possible. Jadi the secret of community is power of buying. Kemampuan untuk membeli dan mengamankan omset ini,” ujar Syafi’i.

Karena lanjut dia, jika omsetnya di Rp 200 juta , tidak akan sukses. Nah, supaya sukses, 212 Mart harus didukung oleh yang mau belanja selain anggota komunitas  Makanya, setiap anggota komunitas harus mengajak keluarga atau tetangganya berbelanja di 212 Mart ini.

Model kedua yaitu jika tokonya sudah ada. Syafi’i mencontohkan, misalnya pihaknya sendiri memiliki toko Tazkia Syariah. “Alhamdulilah toko Tazkia Syariah ini dimiliki oleh Koperasi Karyawan Tazkia yang anggotanya sekitar 300 orang, sudah berdiri dan bekerjasama dengan KS 212, sebagai mitra usaha,”  jelasnya.

Contoh lainnya, kata Syafi’i, adalah ada Amanah Mart yang dikerjasamakan dengan KS 212, sebagai mitra usaha.  “Namanya kemitraan, tinggal nanti ada konstribusi yang diberikan. Kalau kita zakat saja 2,5 persen. Ya terserah nanti ada kalkulasinya akan bisa disepakati,” ujarnya.

Tapi intinya, kata Syafi’i. tidak memberatkan dan mudah-mudahan dengan adanya brand 212 Mart akan mengondisikan masyarakat untuk lebih berjamaah.

Model ketiga adalah konversi. “Misalnya Alfamart mau masuk Islam, Indomaret mau tobat. Dikonversikan penuh dari Alfamaret langsung ganti logonya jadi 212 Mart,” ujar Syafi’i.

Namun demikian, ungkap Syafi’i, di depan ringan di belakanganya yang berat karena mengganti plang itu bisa dua jam, tetapi mengganti display barang, sistem, memastikan setiap dua tiga hari truknya datang dan barangnya lengkap itu yang berat. Jadi tantangan untuk model ketiga ini berat.

“Ada rekan saya siap untuk mengkonversikan 13 Alfamart di daerah Jawa Barat. Cuma dia minta saya harus ini itu persyaratannya. Kata saya, ini namanya bukan perjuangan kalau harus ini itu mah,” ungkap Syafi’i.

Syafi’i mengimbau umat Muslim yang memiliki bisnis ritel Alfamart atau Indomaret jika ingin berjuang untuk kebangkitan ekonomo umat sebaiknya mengkonversikan bisnisnya itu menjadi 212 Mart

“Kita harapkan, Alfamart dan Indomaret milik aseng asing itu masuk Islam, konversi ke  212 Mart. Ini cara yang paling cepat. Tidak perlu izin karena sudah ada izinnya, tidak perlu lokasii, tidak perlu cari customer karena sudah ada. Yang diperlukan adalah hidayah,” ujar Syafi’i.

Nah, kata Syafi’i, kalau ada Indomaret atau Alfamart yang sakit-sakit dibeli saja. Ini paling cepat, namanya akusisi. Setelah dibeli kemudian dikonversikan ke 212 Mart.

Adapun model keempat yaitu misalnya contoh SB Mart mau rebranding.

Sekarang ini, kata Syafi’i, SB Mart sudah distribution center, baik dari sisi sistem, SDM dan barang. Tapi mungkin namanya ingin lebih kuat, maka bisa readbranding menjadi 212 Mart, beberapa atau sebagian besarnya. Tetapi ini berarti akan ada kesepakatan tersendiri.

Namun demikian, tambah Syafi’i, sesungguhnya ada salah satu model yaitu nomor lima. Tapi belum pengurus pusat KS 212 tuangkan. Adapun modelnya seperti ini, kalau seandainya KS 212 Mart bisa suplay dan belum ada yang mengisi di daerah tersebut. Misalnya, Kalimantan dan  Irian.

Pengurus Pusat KS 212 belum punya sistem dan orang di sana, tapi ada Alfamart mau hijrah. Gimana caranya?  “Ya sudah Anda ganti logo aja dulu, suplaynya masih seperti yang itu tapi diakhir bulan Anda infak dan sedekah. Minimal Alfamaret sudah hilang. Jadi dari sisi positioning kita sudah menang satu langkah, walaupun di belakangannya belum. Ketika sudah sampai di sana sudah ada partner, itu insyaAllah dimudahkan,” pungkas Syafi’i.

Terkait