- March 27, 2017
- Posted by: KS Admin
- Category: Blog
Adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dan dengan syarat-syarat tertentu.
Di lembaga keuangan syariah terdapat banyak akad transaksi yang dapat digunakan, salah satunya adalah akad Salam. Akad Salam adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dan dengan syarat-syarat tertentu.
Dalam Fatwa DSN MUI Nomor 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam disebutkan bahwa untuk pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati, alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat. Selain itu, pembayaran juga tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
Sementara, barang yang menjadi objek Salam adalah harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang, harus dapat dijelaskan spesifikasinya, penyerahannya dilakukan kemudian, waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan. Pembeli juga tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya dan tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
Terkait penyerahan barang, penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan harga.
Sementara, jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurangan harga (diskon).
Penjual pun dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.
Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan. Pertama, membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya. Kedua, menunggu sampai barang tersedia.
Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama tidak merugikan kedua belah pihak. Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka persoalannya diselesaikan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.