- March 14, 2017
- Posted by: Admin KS212 1
- Category: Berita
Koperasi syariah harus perhatikan manajemen risiko dan literasi ekonomi syariah.
Keberadaan koperasi-koperasi syariah di Tanah Air sudah tergolong cukup lama, karena semenjak era 1990-an sudah ada koperasi syariah yang didirikan. Namun demikian dalam praktiknya tak banyak koperasi syariah yang berhasil menjalankan fungsinya dengan sukses. Hanya beberapa nama koperasi syariah yang tergolong berhasil seperti misalnya KOSPIN Jasa Syariah. Sebaliknya, justru banyak koperasi syariah yang berdiri masih terus berkutat pada persoalan permodalan dan asset yang masih minim. Sementara itu, lebih banyak lagi koperasi syariah yang terpaksa pailit, karena program pembiayaannya macet.
Menurut praktisi koperasi syariah – Nur Syamsudin Buchori, kinerja buruk koperasi syariah selama ini, misalnya koperasi syariah yang bangkrut ataupun dananya macet, lebih disebabkan koperasi tersebut keluar dari koridor aturan perkoperasian, yakni mengabaikan status keanggotaan dan mengikuti mekanisme pasar sehingga statusnya seperti layaknya sebuah bank, sementara kemampuan SDM yang dimiliki tidak mencerminkan seorang bankir, sehingga terjadilah kemacetan.
Selain itu, jelas Buchori, minimnya literasi ekonomi syariah pada masyarakat menjadikan perspektif masyarakat terhadap lembaga-lembaga ekonomi syariah seperti halnya koperasi syariah adalah sebuah lembaga sosial yang berorientasi semata da’wah kepada Allah SWT. Masih belum siapnya masyarakat menerima konsep syariah, sehingga hal itu tercermin dari sikap masyarakat anggota koperasi syariah, yang bersikap menganggap remeh terhadap kewajibannya membayar pinjamannya kepada koperasi syariah. Sementara terhadap rentenir, mereka justru malah bersikap akomodatif di dalam memenuhi kewajibannya.
Karena itu, untuk membuat koperasi syariah menjadi maju, maka koperasi syariah harus mengembalikan cita-cita luhur dalam berkoperasi. Untuk bisa menjalankan cita-cita luhur dalam berkoperasi syariah, maka suatu koperasi syariah harus menjalankan manajemen resikonya dengan baik dan benar, lanjut Buchori yang beberapa kali menulis buku tentang koperasi syariah, diantaranya “Koperasi Syariah, Teori dan Praktek”.
Buchori lalu memaparkan, penerapan manajemen risiko yang baik dari suatu koperasi syariah harus mencerminkan 4 (empat) hal yakni: resiko keuangan, risiko proses bisnis, resiko anggota, dan resiko SDM. Pertama, untuk resiko keuangan, maka koperasi harus cermat melihat aspek dana sifat dan kegunaannya. Kedua, resiko proses bisnis koperasi, yakni bagaimana koperasi mendeteksi kemungkinan kurang baiknya dalam proses bisnisnya. Ketiga, resiko anggota, yakni bagaimana koperasi syariah dapat menumbuhkan loyalitas anggota sehingga dapat menghindari displacement risk (potensi anggota memindahkan penempatan dananya di Koperasi syariah karena ketidaknyamanan). Dan terakhir keempat resiko SDM, yakni koperasi syariah harus terus melatih dan mendidik SDM-nya secara berjenjang dan menerapkan reward dan punistment bagi pegawai yang berprestasi dan lalai.
Selain itu, lanjut Buchori, koperasi syariah harus mampu merubah perspektif masyarakat terhadap lembaga koperasi syariah yang masih dianggap sebagai sebuah lembaga sosial yang hanya berorientasi da’wah semata kepada Allah SWT.
“Oleh karenanya semua pengurus koperasi syariah harus memahami benar konsep transaksi ekonomi Islam (syariah), sehingga akan mudah untuk melakukan edukasi koperasi syariah terhadap anggotanya dan masyarakat luas. Mulailah edukasi ekonomi syariah dari pengurus dan pegawai koperasi syariah, kemudian kepada seluruh anggotanya, dan kemudian baru pada simpul-simpul masyarakat terdekat,” demikian tutup Nur Syamsudin Buchori.