Zakat Produktif
(Koperasi Syariah 212) – Tanpa kita pungkiri, angka kemiskinan di Indonesia terbilang tidak sedikit. Hal Ini mengindekasikan bahwa Negara kita masih belum mampu mensejahterakan rakyatnya. Padahal Negara mempunyai kewajiban penuh untuk mensejahterakan rakyatnya, hidup tentram, dan aman. Bahkan suatu Negara akan dibilang sejahtera bila angka pengangguran minim, sebab semakin sedikit angka pengangguran maka semakin tinggi kesejahteraan penduduk. Akan tetapi sampai hari ini, negara kita belum mampu memberikan kesejahteraan merata pada rakyatnya, masih banyak anak-anak bangsa yang dijumpai di pinggiran jalan yang seharusnya mereka bisa merasakan indahnya belajar di sekolah, masih banyak orang-orang tua yang melintasi pinggiran jalan menengadahkan tangan untuk mendapatkan pemberian rupiah dan masih banyak rakyat yang tidurnya beralaskan bumi dan beratap langit tanpa tempat tinggal yang layak. Negara kita yang kaya dengan segala limpahan sumber daya alam yang luas, ternyata belum bisa menjadikan penduduknya sejahtera, aman dan santosa.
Dari banyaknya angka kemiskinan di Indonesia dibutuhkan adanya solusi yang mumpuni dalam mengentaskan angka kemiskinan, rakyat sejahtera dan memberikan pendidikan merata. Di sinilah kehadiran instrument zakat, wakaf, sedekah mampu memberikan solusi dan mengentaskan problematika kemiskinan yang menjerat rakyat Indonesia. Zakat merupakan salah satu instrumen yang mampu membedah dan meleyapkan kemiskinan. Dengan mengeluarkan zakat -di samping dapat mensejahterakan penerima zakat- juga zakat dapat menentramkan hati sehingga yang kaya tetap mengayomi yang miskin, dan yang miskin dapat berproduksi, bekerja dan berusaha meningkatkan mata pencahariannya agar terbebas dari belenggu kemiskinan. Allah telah menyinggung tegas prihal kewajiban mengeluarkan zakat bagi mereka yang mampu:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui“. (QS. at-Taubah: 103).
Secara etimologi kata zakat berasal dari kata “zaka”, yang berarti suci, baik, berkah, terpuji, bersih, tumbuh, tambah, berkembang/ annama’. Secara terminologi adalah sejumlah harta tertentu yang diambil dari harta orang tertentu dengan rekomendasi atau syarat tertentu. Dalam pengertian zakat tersebut meliputi pengertian zakat maal (zakat harta) dan zakat fitrah. Dalam pendistribusian zakat yang dialokasikan pada delapan golongan ( fakir, miskin, amil zakat, muallaf, pembebasan budak, orang yang terlilit hutang, orang yang berjuang di jalan Allah, dan orang yang sedang dalam perjalanan) yang telah ditetapkan Al-Qur’an semaksimal mungkin dapat mensejahterakan para mustahiq tersebut. Oleh karena itu, badan Amil zakat dan pihak pengelola zakat diharapkan tidak hanya mendistribusikan zakat berupa barang konsumtif saja, seperti uang atau beras, tetapi semaksimal mungkin dapat mendistribusikan zakat berupa barang produktif, yaitu zakat bukan hanya sekedar memberi orang miskin sekian rupiah, namun bagaimana dalam penyaluran zakat ini dapat memberikan tingkat hidup layak, atau zakat yang bisa dijadikan sebagai modal usaha. Dengan begitu, pada akhirnya penerima zakat tidak menjadi mustahiq lagi, tetapi naik menjadi pemberi dan penyalur zakat.
Adanya zakat produktif ini sangat berperan dalam mengentaskan kemiskinan dan menumbuh-kembangkan perekonomian, baik mikro maupun makro. Praktik zakat produktif ini diharapkan para penerima zakat mampu mengembangkannya dengan mengoperasikan uang zakat menjadi produktif dengan segala cara yang dibolehkan dalam syariah, seperti membuka usaha yang bersifat profit. Ketika mereka mampu mengelola dana zakat ini dengan segala bentuk produktifitasnya akan menjadikan mereka mandiri, tidak bergantung pada orang lain, bahkan bisa membantu orang lain.
Untuk pendistribusian zakat produktif ini agar tidak sia-sia maka dibutuhkan penanganan serius bagi pihak atau badan pengelola zakat. Program zakat produktif ini tidak hanya menjadi kewajiban bagi pemerintah semata, melainkan juga menjadi kewajiban bagi perusahaan swasta yang telah mencapai nishab wajibnya mengeluarkan zakat perusahaan, serta para pengusaha yang telah mencapai nishab wajibnya mengeluarkan zakat profesi dan bisnisnya (berdagang). Diharapkan zakat produktif ini mendapatkan support lebih dari pemerintah dan lembaga swasta lainnya yang mengurus penghimpunana dan penyaluran zakat sehingga bangsa Indonesia merasakan kesejahteraan merata dan menurunkan angka kemiskinan. (Rohmatullah)