Stop Debat Soal Ibadah di Saat Wabah! Begini Saran Komisi Fatwa MUI!

Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Fahmi Salim memberikan saran-saran terkait pelaksanaan ibadah saat wabah menyerang.

Melalui pesan tertulisnya KH Fahmi Salim menjelaskan beberapa hal seperti di bawah ini:

Poin 1: Sholat Khouf itu bentuknya khusus dengan alasan khusus, jamaah di situ jadi keniscayaan karena pasukan hrs harus solid, cuma shalatnya bergantian saling menjaga satu sama lain. Beda dengan shalat berjamaah dan shalat Jum’at kayfiatnya normal, cuma dalam situasi darurat bisa diganti dengan shalat zuhur di rumah masing-masing berdasar hadits tentang azan saat hujan atau bencana. Bukan meninggalkan shalat nya (karena tak ada rukhsah tinggalkan shalat fardhu) tapi rukhsah menggantinya dengan bentuk lain.

Poin 3. Iman kepada qodho dan qadar bukan berarti meremehkan ikhtiar manusia dalam menghindari madharat yang besar.

Poin 4. Mengganti shalat Jum’at dan sholat berjamaah di masjid saat ini diqiyaskan dengan hadits nabi memberi rukhsah saat hujan besar atau bencana dengan azan Shollu fi rihalikum atau Shollu fi buyutikum.

Poin 5. Wabah ‘amwas di zaman Umar terdapat di wilayah Syam gubernurnya saat itu Abu Ubaidah bin Jarrah yang wafat akibat wabah penyakit menular di sana. Di Madinah tak ada wabah sehingga Khalifah Umar tetap menegakkan shalat Jum’at dan jamaah di masjid berjalan normal.

Dulu ilmu pengetahuan medis belum ada cabang mikrobiologi dan epidemiologi dengan mitigasi yang maju seperti sekarang ini , menganggap wabah itu penyakit biasa, sehingga mereka para sahabat dahulu menilai tetap didirikan shalat Jum’at dan shalat berjamaah di masjid seperti biasa. Itu ijtihad mereka, dan tentu saja berpahala, yang wafat akibat wabah tha’un tersebut jika beriman maka dinilai Syahid sebagaimana hadits Nabi Muhammad saw.

Namun kini setelah mengalami kemajuan di abad 20 dibuat mitigasi wabah menular dengan prosedur yang kita kenal sekarang. Inilah yang dahulu dilakukan oleh Khalifah Umar dengan menolak masuk ke wilayah wabah menular dan Amr bin Ash yang melakukan mitigasi sederhana dengan perintah isolasi penduduk yg tertular penyakit maupun yg tidak dengan berpencar di bukit2 yg saling berjauhan, hingga wabah itu lenyap.

Ustaz Fahmi Salim juga memberikan sebuah artikel bagus tentang sejarah wabah di dunia Islam.  Tulisan yang bisa dilihat di https://m.kiblat.net/2020/03/15/wabah-mengiringi-kebangkitan-turki-usmani-hingga-runtuhnya-kesultanan-aceh/

Ujungnya kesimpulan penulis yang bernas dalam artikel di Kiblat. net di atas adalah, jangan sampai agama dan kaum agamawan ditinggalkan pengikutnya jika salah memberikan narasi dan aksi dalam menanggulangi wabah menular seperti terjadi di Eropa abad pertengahan.

Saya juga mengingatkan bahwa fatwa badan ulama dunia seperti Al-Azhar, Persatuan Ulama Internasional, Dewan Ulama Saudi, MUI dan lain-lain jangan dikaitkan atau diseret kepada wacana phobia kepada Islam dan masjid sebagai pusat peradaban umat. Fatwa mereka dapat dianggap sebagai ijma ulama, dengan memperhatikan adillah syariah, qawaid fiqhiyyah dan maqashid syariah yang ketat.

Kalau ada oknum jahat yang hendak menggunakan fatwa tersebut untuk tujuan phobia Islam atau menjauhkan umat dari masjid, maka oknum tersbeut bertanggung jawab atas perbuatannya kepada Allah dan semoga mendapat azab yang pedih.