- July 16, 2019
- Posted by: Admin
- Category: Blog, Ekonomi
Untuk mengetahui benda apa saja yang jika dipertukarkan tidak sepadan berpotensi menjadi riba, para ulama mengunakan pendekatan sebab hukum atau illat, pada dalil yang telah ada. Ternyata, juga terjadi perbedaan pendapat dari para ulama ahli hadist dan fiqih terdahulu, mengenai illat pada hadist benda ribawi.
Pendapat pertama menyatakan bahwa sebab hukum larangan pada 6 benda tersebut adalah barang yang dapat ditimbang seperti emas dan perak, dan ditakar seperti 4 benda lainnya yang disebutkan dalam nash. Hal ini disampaikan oleh imam abu Hanifah dan imam Ahmad.
Pendapat lainnya dari imam Syafi’i , imam Malik, dan ibnu Taimiyah memisahkan sebab hukum emas dan perak, dengan 4 benda lainnya.
Menurut ketiga ulama ahli hadist dan fikih ini, sebab hukum larangan transaksi emas dan perak dalam nash adalah karena pada kedua benda tersebut merupakan alat tukar dan standar harga untuk barang lainnya.
Sedangkan untuk keempat benda lainnya, para ulama ini berbeda pendapat akan sebab hukumnya.
Imam Syafi’i – illat gandum, syi’ir, garam dan kurma adalah makanan. Maka semua jenis makanan adalah barang ribawi zaman now.
Imam Malik – illat keempat benda lainnya adalah makanan pokok yang dapat disimpan dalam jangka waktu lama.
Ibnu Taimiyah – berpedapat bahwa illatnya adalah makanan yang dapat ditimbang atau ditakar.
Sehingga, besi merupakan jenis benda ribawi jika merujuk pada pendapat imam abu Hanifah dan imam Ahmad. Sebab, besi biasa ditransaksikan dengan ditimbang dan diukur.
Namun, besi bukan barang ribawi jika mengunakan pendapat imam Syafi’i, imam Malik, dan ibnu Taimiyah.
Cara transaksinya
Agar muamalah sehari-hari selamat dari riba, selalu transaksikan setiap jenis benda ribawi sesuai arahan dalam hadist dari Ubadah bin Shamit tadi. Berikut ini rumus mudah transaksinya.
Pertama, jika benda yang dipertukarkan sama jenisnya, seperti kurma dengan kurma. Lakukan secara tunai dengan pertukaran yang sama takaran atau timbangan.
Contoh transaksi ini pernah terjadi pada sahabat nabi, Sawad bin Aziyah Al Anshari. Pada masa beliau bertugas di Khaibar, beliau menemui Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dengan membawa kurma istimewa.
Beliau menjelaskan bahwa kurma istimewa tersebut diperolehnya dengan cara menukar dua sha’ kurma khaibar dengan satu sha’ kurma istimewa. Atau tiga sha’ kurma khaibar dengan dua sha’.
Menyikapi hal itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda,”Jangan kamu membeli seperti itu! Jual kurmamu itu dengan dirham, lalu belilah kurma istimewa itu dengan dirham.” (HR Bukhari Muslim).
Dan apabila transaksi melibatkan barang ribawi yang tidak sejenis dan masih satu illat. Maka gunakan rumus kedua. Yaitu, pertukaran benda tidak harus sama takaran atau timbangan. Namun tetap harus secara tunai.
Misal menukar kurma dengan beras, boleh dilakukan dengan takaran yang disetujui oleh masing- masing pihak. Dengan syarat transaksi secara tunai atau kontan.
Cara mudah membedakannya
Pertama, pahami bahwa benda ribawi tidak terbatas hanya pada 6 benda yang disebutkan dalam nash hadist. Benda-benda yang diterima sebagai alat tukar yang sah atau bahan-bahan makanan yang dapat ditakar juga merupakan barang ribawi.
Contoh barang ribawi zaman now adalah uang kartal, baik jenis uang kertas maupun uang logam. Sebab, uang merupakan alat pembayaran yang sah dan diakui oleh pemerintah yang mengeluarkannya. Selain merupakan alat tukar, uang juga menjadi satuan harga barang. Layaknya fungsi emas dan perak saat hadist tentang benda-benda ribawi disampaikan.
Emas dan perak juga merupakan benda ribawi. Namun, sebagian ulama berpendapat bahwa emas tidak lagi termasuk kedalam kategori barang ribawi. Pendapat ini berdasarkan pada fakta bahwa emas tidak lagi digunakan sebagai alat tukar.
Salah satu contoh kasus akibat perbedaan menentukan status ribawi emas, dapat dilihat tulisan mengenai hukum kredit emas.
Selanjutnya, barang ribawi dibedakan dengan cara mentransaksikannya.
Apabila transaksi dilakukan pada benda yang jenisnya sama, harus dilakukan secara tunai dan sama banyaknya. Seperti menukar uang Rp. 1 juta dengan uang Rp. 10.000 sebanyak 100 lembar.
Sedangkan jika jenisnya berbeda, seperti contoh kasus transaksi valuta asing. Boleh dilakukan dengan jumlah atau nilai yang tidak sama.